Wabup Maria Geong: Urgensi Dunia Media Massa yang Sehat (bagian II)

Labuan Bajo – Menurut Wabup, Kelemahan media massa kita itu diperparah juga dengan masih rendahnya tingkat literasi masyarakat kita. Pada tahun 2016 UNESCO pernah merilis data yang menyebutkan bahwa tingkat literasi Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01% buku per tahun.

Tingkat literasi yang sangat rendah itu berbanding lurus dengan minat baca dan tingkat kunjungan ke perpustakaan. “Di Manggarai Barat, dengan hanya 1 perpustakaan daerah dan 3 perpustakaan desa, Jumlah kunjungan pada tahun 2017 tercatat hanya mencapai 4.284 orang. Angka ini masih sangat jauh bila dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Labuan Bajo dan Manggarai Barat secara keseluruhan,” katanya.

Dampak nyata dari rendahnya tingkat literasi dan minat baca ini adalah kurangnya wawasan seseorang yang berpengaruh pada daya kritisnya terhadap fenomena social budaya yang dialami termasuk dalam memfilter informasi yang diperolehya dari media.

Para pakar sosial menyakini bahwa infomasi yang tidak tersaring dengan baik bisa terjadi akibat dari kategori konseptual atau wawasan dalam pikiran seseorang yang kurang beragam. Mereka mengatakan bahwa seseorang melakukan interpretasi terhadap informasi yang diperolehnya berdasarkan atas kategori konseptual yang ada dalam pikirannya.

Semakin luas kategori konseptual atau wawasan seseorang, semakin kompleks intepretasi orang tersebut sebelum melakukan tindakan. la akan pandai untuk memilah informasi yang baik dan benar serta memperhitungkan segala akibat dari tindakan yang akan diambilnya.

“Hanya dengan menciptakan dunia media yang sehat dan mengembangkan kemampuan literasi yang lebih baik, kita akan dapati masyarakat yang kritis, cerdas dan memiliki tingkat budaya yang tinggi. Dan dalam masyarakat seperti inilah, akan lahir pemimpin-pemimpin yang baik, pemimpin yang kuat,” jelasnya.

Pengalaman masyarakat Italia pada era Silvio Berlusconi maupun pengalaman masyarakat Amerika Serikat pada masa Donald Trump membuat kita belajar bahwa pemimpin yang baik akan lahir dar lingkungan atau dunia media yang baik pula.

Ruben Durante, membuktikan bahwa masyarakat yang dicekoki secara terus menerus dengan beragam tayangan hiburan yang receh dan film yang tak bermutu akan memiliki pemikiran yang dangkal. Secara politik, masyarakat ini akan lebih mudah termakan retorika-retorika populis. Oleh karena itu pula, pemimpin yang mereka pilih adalah dia yang di mata mereka sangat dikenal, rupawan, menarik, dan bicara yang enteng-enteng.

Bagi mereka program kerja yang bagus atau debat yang bermutu tidak menjadi ukuran dalam memilih pemimpin. Nah, seperti apa dunia media yang sehat itu? Secara sederhana yaitu suatu kondisi di mana media memainkan fungsinya dengan baik yakni fungsi menyajikan informasi, edukasi dan hiburan.

Ketiga fungsi ini harus bersinergi dan sinkron dalam rangka menyajikan tontonan yang sehat. Media massa perlu memperhitungkan daya tangkap dan daya seleksi pemirsa. Media perlu membenarkan edukasi agar masyarakat semakin kritis termasuk kepada para pemimpinnya. Banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana peran media dalam mengawal kepemimpinan seseorang baik Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa hingga pemimpin-pemimpn organisasi.

Dengan cara seperti ini akan lahir pemimpin pemimpin yang baik, lahir generasi yang sehat, generasi yang memiliki karakter yang kuat sebagai sebuah bangsa. Hal ini sesuai dengan pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 2003 yang mengamanatkan tujuan dari penyiaran adalah untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang
beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil, dan sejahtera serta menumbuhkan industry penyiaran Indonesia.

Di sini demikian Wabup Mia, Negara harus hadir untuk menciptakan kondisi yang sehat ini. Kementerian Kominfo, KPI, Dewan Pers, hingga ke Kepolisian Negara harus bisa berperan aktif dalam menciptakan kondisi ini mulai dari membina para pelaku media, melakukan sensor, menindak pengusaha media yang tidak taat hukum hingga mendidik masyarakat untuk senantiasa menjadi konsumen yang aktif, yang peka dan kritis dalam memilah konten media yang tepat baginya. (**/bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *